Jumat, 12 Oktober 2012
Setiap orang tentu memiliki
cita-cita. Hal ini juga yang selalu ditanyakan oleh guru di sekolah kepada
muridnya, atau oleh orangtua kepada anaknya. Semakin tinggi dan mulia cita-cita
yang diimpikan, tentu akan semakin bangga orangtua dan guru yang mendengarnya.
Namun tidak dengan Agus
Suryowidodo, yang bercita-cita ingin makan di restoran padang. Sontak satu
kelas tertawa terbahak-bahak meremehkan cita-cita si Agus. Ibu guru pun kembali
bertanya untuk memastikan supaya Agus tidak keliru.
"Iya, benar kok! Cita-cita
saya adalah ingin makan di restoran padang!" Itulah yang diucapkan oleh
Agus Suryowidodo dengan mantap saat dikonfirmasi oleh ibu guru di sekolah.
Dibandingkan dengan teman-teman
dekatnya yang memiliki cita-cita setinggi langit, cita-cita Agus memang
terkesan remeh dan hanya setinggi tanah.
Coba bandingkan dengan Sri yang
ingin menjadi artis sinetron terkenal, Jono yang bercita-cita menjadi tentara,
dan Puji yang bercita-cita ingin membahagiakan orang lain, tentu cita-cita Agus
tidak sebanding.
Tentu bukan tidak beralasan bila
Agus bercita-cita ingin bisa menikmati hidangan yang tersaji di restoran
padang. Ayah Agus bekerja di pabrik tahu, sementara ibunya adalah ibu rumah
tangga yang sangat mahir membuat tahu bacem.
"Tahu bacem buatan ibuku
paling enak sekabupaten. Saking jagonya bikin tahu bacem, setiap pagi aku
sarapan tahu bacem, siang makan tahu bacem. Saat makan malam, aku masih diberi
tahu bacem juga," cerita Agus yang rupanya bosan dengan menu makanan yang
monoton.
Itulah yang tergambar pada film
layar lebar pertama garapan Eugene Panji, yang berjudul Cita-citaku Setinggi Tanah (CCST).
Namun, Eugene tidak ingin
mengetengahkan mimpi dan cita-cita sebagai pusat cerita dalam film ini.
Proses, itulah yang menjadi pusat
cerita dalam film ini. Bagaimana seorang Agus yang berasal dari keluarga
sederhana di desa di kaki gunung Merapi, Muntilan, Jawa Tengah, harus berjuang
dan berusaha untuk mengumpulkan uang agar bisa menikmati hidangan yang
disajikan di restoran padang.
Agus harus menahan keinginannya
untuk jajan dan membeli mainan. Dia juga mengorbankan waktu bermain dengan tiga
sahabatnya; Sri, Jono, dan Puji.
Waktu yang seharusnya digunakan
oleh Agus untuk bermain, dia habiskan sebagai pengantar tahu dan ayam, demi
mendapatkan upah sebesar Rp 3.500.
Ide cerita CCST berawal dari
kegelisahan Eugene Panji dan rekannya, Marina Mayang Sari, yang melihat
anak-anak lebih menyukai berkeliaran di mal atau pusat perbelanjaan dan bermain
dengan alat elektronik yang dikenal dengan sebutan "tablet".
Eugene mendedikasikan film ini
untuk anak-anak Indonesia, agar bisa lebih menghargai dan memaknai arti mimpi
yang sesungguhnya melalui proses untuk mencapai mimpi tersebut.
Adegan demi adegan dalam film ini
tampak sederhana dan natural, namun Eugene berhasil memberikan makna dalam
setiap adegan, di mana arti sebuah perjuangan itu sangat dijunjung tinggi
sebagai pusat cerita.
Ada satu adegan di mana Agus
meminta bantuan Puji untuk menemaninya mencari sebatang bambu untuk dijadikan
celengan, demi menabung untuk membeli makanan di restoran padang. Adegan ini
memang tampak biasa saja, namun Eugene tampaknya berhasil menyentuh penonton
melalui makna perjuangan yang tersirat.
"Oalah Gus, bilang dong
kalau mau bikin celengan. Kenapa ndak beli saja to," tanya Puji yang
kebingungan dengan perilaku sahabatnya itu. Jawaban Agus sederhana namun sangat
mengena.
"Lha piye to Ji (ya gimana
sih Ji), kalau aku beli celengan nanti uangku habis. Lantas apa yang mau
ditabung?"
"Aguuus..Agus. Cita-citamu
itu rendah, tapi menyusahkan," ujar Puji kepada Agus.
Puji pun tampaknya mengerti
betapa Agus harus berjuang dengan susah payah untuk menggapai cita-citanya yang
setinggi tanah itu.
Sebagai orang baru dalam
perfilman Indonesia, Eugene yang lebih dikenal sebagai sutradara video musik,
ternyata memiliki misi khusus untuk film CCST.
Film yang dibintangi oleh Nina
Tamam, Agus Kuncoro, Iwuk Tamam, dan Donny Alamsyah ini memiliki tujuan baik
yaitu mendonasikan seluruh hasil bersih dari penayangan film ini di bioskop,
kepada Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI).
"Komitmen berbagi ini
diwujudkan dengan berbagi ilmu dengan orang-orang yang berlum pernah terlibat
dalam pembuatan film," kata Eugene.
Benar saja, sebagian besar pemain
dalam CCST dan seluruh kru, kecuali juru kamera, adalah orang-orang yang baru
dalam industri perfilman.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: